Tamiang Layang, (METROKalteng.com ) – Mantan karyawan PT. Sukses Harmoni Energi Sejati (SHES), di kabupaten Barito Timur (Bartim) Provinsi Kalimantan Tengah menuntut haknya sesuai Kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu(PKWT) yang telah dibuat.
Hal tersebut disampaikan oleh perwakilan mantan karyawan SHES Riranto yang mengatakan “Kami sebagai mantan karyawan menuntut agar PT SHES membayar sisa pembayaran gajih, seperti yang tertulis dalam KPKB yang kami pegang”, kata Riranto di depan kantor Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Disnakertran) usai melakukan mediasi, didampingi Rama Yudi Ketua Dewan Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja seluruh Indonesia(DPC FSP-KEP SPSI) Bartim dan Wakilnya Yovan C Piay pada kamis, (05/12/2019).
Menurut Riranto, sesuai dengan kontrak yang mereka pegang dengan SHES, kontrak kerja kami sekama 1 tahun yaitu terhitung sejak tanggal 15 November 2019 s/d 16 November 2020. Namum pihak SHES memutuskan kontrak dengan karyawan secara sepihak dengan alasan kalau PT. SHES habis kontrak dengan PT.Rimau. Sedangkan kontrak kita masih tersisa 10 bulan, hari ini kita cuma menuntut supaya dibayar 8 bulan saja dari 10 bulan sisa kontrak kami tersebut,”ucapnya
Perwakilan SHES yang ikut mediasi tadi lanjut Riranto, masih melakukan koordinasi dengan
manajemen dan Disnakertrans memberikan waktu sepuluh hari untuk melakukan mediasi kembali dan pada tanggal 19 desember 2019 mendatang Disnakertran akan memberikan rekomendasi ataupun kesepakatan.
Pertemuan hari ini merupakan mediasi yang kedua, soalnya pada pertemuan yang pertama minggu lalu pihak perusahaan tidak hadir di Disnakertrans. Dari tuntutan awal 10 bulan yang minta dibayar pihak SHES, kami memberikan toleransi kepada perusahaan, sekarang kami minta hanya 8 saja yang
dibayarakan. Untuk di ketahui bahwa pihak perusahaan masih bekerja diwilayah Bartim,” ungkap Riranto.
Riranto menambahkan, sejauh ini pihak PT. SHES tidak ada memberitahukan clos projek atau Surat Pemberhentian Kerjasama dengan PT. Rimau kepada kami selaku karyawan, sampai saat ini,” ujarnya.
Ditempat yang sama Ketua DPC FSP-KEP SPSI Bartim Rama Yudi, menyayangkan pihaknya tidak diperbolehkan mendampingi karyawan melakukan mediasi oleh Disnakertran Bartim, sementara pihaknya sudah mendapat surat kuasa khusus dari karyawan, dalam perkara pemutusan kerja oleh PT SHES.
” Tadi begitu kami tanyakan apa dasar hukumnya sehingga kami dari pengurus DPC FSP-KEP SPSI tidak boleh masuk, Mediator Disnakertrans tidak bisa menunjukan aturan atau Undang- undangnya. Bahkan waktu mediasi Kadisnakertrans mengatakan kepada pihak karyawan kalau SK saya sebagai Pengurus DPC SPSI batal demi hukum karena selain sebagai Ketua DPC FSP-KEP SPSI
saya juga sebagai Pengurus DPC KSPSI, ini sangat aneh bagi kami, apakah pihak disnakertrans Kabupaten Bartim ini sengaja menghalangi kami membela para pekerja atau ini dikarenakan mereka tidak mengerti aturan undang-undang.” ujar Rama.
Meskipun demikian Rama tetap berharap apa yang menjadi tuntutan pekerja, karena para pekerja ini di PHK secara sepihak oleh PT. SHES tanpa kesalahan, tanpa alasan apapun dan mereka punya sisa kontrak sisa 10 bulan lagi.
Menurut Rama, sesuai Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, jelas menyatakan sisa kontrak itu wajib dibayar oleh pihak perusahaan, kita akan pantau dan dampingi terus pekerja,” tegas Rama.
Sementara itu Kepala Disnakertran Bartim Darius Adrian menjelaskan, Pengusaha wajib mencatat setiap kontrak perjanjian dengan pekerja ke Disnaker, dalam waktu tujuh hari apabila tidak dicatat perjanjian kerjanya, maka status karyawan ini menjadi karyawan tetap atau pekerja dalam waktu tidak tertentu.
“Selama ini PT SHES tidak pernah melaporkan kontrak kerjanya dengan karyawan ke Disnakertran, bahkan alamat kantornya di Bartim pun kami tidak tahu,” ujarnya.
Darius menyarankan agar perusahaan membayar sisa kontrak pekerja paling tidak selama lima bulan, tapi perwakilan perusahaan tadi tidak bisa mengambil keputusan dan mereka masih melakukan koordinasi dengan manajemen, kami berikan waktu selama sepuluh hari untuk mengambil keputusan dan wajib melaporkan hasilnya ke kami,” ungkap Darius.
Darius mengatakan, hasilnya nanti apakah perusahaan sepakat dengan anjuran kami atau tidak. Kalau pihaknya tidak sepakat kami silahkan melanjutkan ke Pengadilan Husungan Industrialisasi,” pungkasnya.(Red-MK)