Tamiang Layang, (METROKalteng.com) – Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Rimau Elektric yang beroperasi di desa Jeweten Kecamatan Dusun Timur, kabupaten Barito Timur diduga mencemari lahan kebun milik warga.
Dugaan pencemaran telah berlangsung sejak tahun 2016 hingga saat ini. Hal tersebut dikeluhkan pemilik lahan yang berada berbatasan dengan PLTU Rimau Elektric.
Aktivis lingkungan sekaligus tokoh perempuan adat Mardiana. D. Dana yang ikut mendampingi pengecekan lapangan bersama warga terdampak mengatakan, temuan itu bagi saya adalah temuan yang luar biasa, karena pemilik kebun yang berbatasan dengan PLTU Rimau Electric itu menyatakan bahwa sebelum adanya resapan sampai merembes di lokasi tersebut belum pernah ada keluar air, bahkan air yang bersihpun tidak pernah merembes seperti itu apalagi yang sekarang.
“Akan tetapi beberapa tahun ini mereka baru menyadari kalau rembesan itu semakin lama semakin melebar, kemudian airnya dengan warna kemerahan itu lembek, kurang lebih satu meter kiri dan kanan rembesan itu terasa juga lembek tanahnya. Sebelum turun ke lokasi kebun, kita sudah melihat tempat penampungan air limbah di belakang PLTU itu, ungkapnya kepada METROKalteng.com, Kamis (13/7/23).
Menurut Mardiana, sebagai orang awam, itu sebenarnya tidak layak, di karenakan kolam penampungan PLTU itu sifatnya permanen dan limbahnya dari batubara atau limbah dari PLTU itukan ditampung didalam penampungannya itu tidak dibikin permanen, tanahnya hanya digali seperti di kolam-kolamnya itu.
“Kita perbandingkan jika ada comberan yang hanya digali begitu saja kan resapannya itu melebar dan bisa merembes. jadi menurut kita itu memang kalau ini adalah rembesan karena sudah beberapa tahun, pasti air itu akan merembes,” kata Mardiana.
Lanjutnya, walaupun kemarin banyak sanggahan dan hampir tidak diakui bahwa itu adalah rembesan, Tapi kita tetap berusaha karena pohon karet dan pohon buah-buahan di sana ada yang mati sudah beberapa tahun ini, dan juga ada bekas kebun sayur yang ada bekas rumahnya, juga sumurnya itu sudah ditinggalkan karena tidak berfungsi lagi karena berwarna keruh seperti susu kemudian di atasnya ada juga warna kuning-kuning.
“Sekarang untuk sayur-sayuran walaupun mereka beri pupuk setiap bulan dan pohin karet bahkan bisa dua kali sebulan tetap penghasilannya menurun,” papar Mardiana
Terkait pengecekan dari Dinas Lingkungan Hidup itu masih Awam belum ada kesimpulan karena pihak pemilik kebun itu masih ada rasa keberatan atas pertimbangan-pertimbangan kemarin.
“Juga mengenai kolam penampungan itu kan pasang surut kadang-kadang meluap ini ada hujan yang beberapa hari, minggu yang lalu kan ada hujan itu, airnya meluap kemudian turun ke jalan dan sampai ke kebun masyarakat itu juga, ujar Mardiana.
Dia menuturkan, sejak dari tahun 2016 ada perluapan itu sudah mereka laporkan ke pihak perusahaan namun sampai sekarang kan belum ada tanggapan, makanya kenapa mereka lambat menggugat, karena pihak yang terdampak berpikir bahwa ada hati nurani dari pihak perusahaan untuk menemui keluarga Itu.
Warga yang terdampak belum menemukan itikad baik dari perusahaan dan selalu menyanggah. Kemudian debu berwarna hitam yang di atas daun maupun yang ada di atas jamur yang ada di sana. itu yang mereka rasakan dan mereka hirup.
“Bulan Mei 2023 yang lalu, saya ada dua kali turun ke sana dan pada hari keduanya hidung saya terasa seperti ada yang mengganjal, ternyata setelah sampai luar, saya pegang-pegang hidung ternyata itu juga masuk ke hidung bisa terhirup kalau sudah siang hari, ucapnya.
Mardiana berharap, atas kejadian tersebut pihak PLTU harus menerima permintaan tuntutan masyarakat tersebut, supaya tidak ada kelanjutannya, kemudian pihak PLTU harus membuat kolam yang permanen dengan disemen keliling diseputaran kolam, karena kebun karet itu menjadi sumber kehidupan mereka pun penghasilannya semakin tahun semakin menurun jauh dari apa yang diharapkan.
Tambahnya, kemarin tuntutan dari pemilik kebun kurang lebih 600 juta, tutup Mardiana. (B)