METROKalteng.com
NEWS TICKER

Ketua Gerdayak Barito Utara: Gunung Peyuyan Milik Semua Orang Yang Menganut Agama Kaharingan

Wednesday, 29 July 2020 | 12:40 pm
Reporter:
Posted by: metrokal
Dibaca: 503

Muara Teweh, (METROKalteng.com) – Kegiatan aktivitas HPH PT. Indexim Utama Coorporation (IUC) yang melalkukan kegiatan penebangan pada Blok RKT yang berada pada Gunung Peyuyan menuai protes dari berbagai kalangan masyarakat, terutama masyarakat penganut agama kaharingan.

Selasa 28 Juli 2020 pihak Manajemen PT Indexim Utara Corporation (IUC) memohon maaf kepada seluruh umat agama Hindu Kaharingan, jika areal kerja perusahaan tersebut masuk areal hutan sakral atau wilayah yang disucikan bagi umat Hindu Kaharingan.

“Kami mohon maaf kepada saudara-saudara umat Hindu Kaharingan, jika itu wilayah hutan sakral. Kami siap bettemu untuk musyawarah dan mufakat,” kata Wakil GM PT IUC Supriono didampingi Manajer Camp Awiandie Tanseng di Muara Teweh, Selasa (28/7/2020).

Menurut Supriono, pihaknya menyerahkan kepada pemerintah. dalam hal ini Tripika Gunung Purei dan Pemdes Muara Mea untuk menyelesaikan masalah ini. “Kini sudah ditangani Tripika. Ada tim yang dibentuk untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kami mematuhi apa pun keputusan yang dikeluarkan tim,” ujar Supri.

Ia menyampaikan bahwa pihaknya tidak ada niat untuk menggarap ataupun menghancurkan wilayah yang dianggap warga beragama Hindu Kaharingan areal sakral. Sebab lokasi tersebut juga sudah pernah diklaim pada tahun 2006 dan sudah dilakukan denda adat atau ritual adat dengan areal yang sama, waktu itu masuk wilayah kerja PT Sindo Lumber.

“Kami kira permasalahan itu sudah clear and clean. Sebab sebelumnya, pada hari Selasa 17 Maret 2020 telah mengadakan kegiatan selamatan blok tebangan 2020 sebagai wujud menghargai dan menghormati adat istiadat setempat. Kami pun mengadakan ritual selamatan yang dipimpin langsung oleh Demang Kepala Adat Kecamatan Gunung Purei Sahyuni dihadiri Ketua Adat Panih, Ketua BPD Darmansyah serta beberapa tokoh warga Desa Muara Mea lainnya,” sebut Supri.

Selanjutnya, pada Selasa 21 April 2020 bertempat di Kantor Desa Muara Mea yang dihadiri oleh Kepala Desa Muara Mea beserta perangkat desa, BPD dan tokoh masyarakat desa setempat juga tidak ada sanggahan ataupun larangan dari pihak desa mengenai areal rencana kerja tahunan (RKT) pada sosialisasi program PMDH/Kelola Sosial IUPHHK PT. Indexim Utama pada SK RKT PT Indexim Utama tahun 2020 dengan target produksi, blok tebangan RKT tahun 2020 serta sosialisasi pembukaan wilayah hutan dengan pembuatan jalan menuju blok RKT tahun 2020 di wilayah Gunung Peyuyan yang dianggap mereka sakral.

Sementara ditempat terpisah, Ketua Gerakan Pemuda Dayak (Gerdayak) Barito Utara Drs. Saprudin S. Tingan mengatakan. Mestinya pihak perusahaan jangan terlalu berkelit, karena gunung lumut, gunung piyuyan, gunung penyenteaw, itu bukan hanya milik masyarakat muara mea, namun milik semua orang yang masih menganut agama kaharingan.

Sementara undangan pesta Blok RKT yang mereka maksud itu tidak ada menyebutkan arealnya di wilayah gunung piyuyan dan sekitarnya. Soal pihak polsek yang diserahkan tugasnya oleh pihak perusahaan juga perlu hati2 karena ini ranahnya masih belum masuk kewilayah hukum formal, tapi masih dalam ranah hukum adat.

“Ini penistaan terhadap daerah sakral, disisi lain mereka mengetahui bahwa tahun sebelumnya pernah digarap dan diberhentikan juga dimana pihak perusahaan bayar denda adat, bearti pihak perusahaan sudah mengetahuinya bahwa daerah tersebut adalah daerah yang dilarang, pertanyaan kenapa mereka mengajukan RKTnya kepemerintah dalam areal yang sakral (dilarang), artinya memang ada paktor kesegajaan oleh pihak perusahaan,” tegas pria yang akrab dipanggil Kotin ini.

Ditegaskannya pula, Gunung Lumut dan Gunung Peyuyan itu merupakan Gunung yang paling sakral di pulau Kalimantan, karena mengandung Filosofi sejarah bagi suku Dayak, khususnya yang masih menganut aliran kepercayaan yaitu Agama Kaharingan.

Gunung peyuyan berdasarkan bahasa belian wara merupakan tempat istirahat liau/arwah penganut kepercayaan Kaharingan yang meninggal dunia sebelum sampai ke Gunung Lumut, dimana disitu adalah sorga bagi Umat Kaharingan, sehingga termuat dalan bahasa waranya peyuyan turu tangka, lumut turu tendung. “Karena merupakan hutan yang sakral, maka daerah itu harus dijaga tidak boleh diambil kayu apapun jenisnya,” pungkasnya.(Jonda/Red)

Contak Redaksi 081349007114, 081250001889