Muara Teweh, (METROKalteng.com) – Manajer SSL DSN Group, Said Abdullah didampingi General Manager DSN Group Raju Wardana serta Norman Putra di Sekretariat PWI Kabupaten Barito Utara Jalan Pramuka Muara Teweh, pada Kamis (19/11/2020) petang kemarin mengerangkan bahwa penahanan 16 oknum warga Desa Pandran Raya, Kecamatan Teweh Selatan, bukanlah atas laporan dari PT Antang Ganda Utama (AGU).
“Penangkapan dan penahanan 16 orang warga Desa Pandran Raya itu terjadi pada saat pihak kepolisian sedang melakukan patroli diwilayah tersebut dan melihat adanya aktivitas warga dilahan yang sudah disepakti dalam upaya mediasi di Polres Barur dan salah satu poin tidak boleh melakukan panen TBS,” tutur Said Abdullah.
Dikatakan Said, pihaknya tidak ada melaporkan warga tersebut saat melakukan aksi pencurian (penamenan), namun dilahan tersebut sudah disepakati bahwa tidak boleh ada aktivitas pemanenan maupun lainnya.
Sehingga kata dia anggota kepolisian yang sedang patroli diwilayah tersebut melihat adanya aksi pemanenan tandan kelapa sawit oleh oknum warga yang langsung diambil tindakan dengan mengamankan sejumlah warga tersebut.
Said juga menyampaikan, bahwa aksi pencurian TBS dilahan PT AGU juga sudah sering dilakukan oleh oknum-oknum sejak empat bulan lalu sehingga perusahaan mengalami kerugian sampai miliaran rupiah.
Sementara itu, Sekretaris Kelompok Tani Kebun Lolo, Bahana Edwin mengungkapkan bahwa pada saat kejadian pengrusakan fasilitas kantor kemitraan tersebut, pihaknya sedang ada pertemuan di Desa Sikan, sehingga tidak mengetahui atas adanya pengrusakan tersebut.
“Pasca kejadian tersebut, kami mendapatkan kabar dan informasi mengenai adanya peristiwa pengrusakan terhadap kantor kemitraan perusahaan tersebut,” ujar Bahana Edwin.
Atas terjadinya peristiwa tersebut, aparat dari Polres Barut akhirnya menahan 16 orang oknum warga termasuk lima orang anak masih bawah umur yang dibawa untuk diperiksa di Mapolres Barut. Sedangkan lima orang anak tersebut dibebaskan dan dipulangkan, dengan demikian ada 11 orang yang resmi ditahan.
Kepala Bidang Humas Polda Kalimantan Tengah (Kalteng), Kombes Hendra Rochmawan, Senin (16/11/2020) lalu membenarkan, bahwa polisi sedang menangani persoalan yang terjadi di Pandran Raya.
“Sesuai dengan adanya penjelasan dan klarifikasi dari pihak Polres Barut,keberadaan lahan tersebut secara sah milik PT AGU, lantaran legalitas dikantongi PT AGU masuk dalam HGU,karena perusahaan sudah melakukan edukasi dan memberikan informasi terkait kepemilikan lahan ini,” tukas Hendra.
Dikatakannya, bahwa ada pihak lain yang diduga melakukan pemanenan buah kelapa sawit di Blok M Estate Pandran, sehingga polisi mengambil langkah represif melalui tindakan hukum dilakukan secara profesional.
Sedangkan ditempat kejadian perkara (TKP) merupakan areal HGU dengan sertifikat nomor 15040109200003 Keputusan Bupati Barut Nomor : 118.45/450/2003 tentang perpanjangan pemberian izin lokasi untuk perkebunan sawit. Persetujuan Bupati Barut Nomor : 544/bid/BU.410/2020 tentang perubahan luas lahan PT AGU.
Lebih lanjut Hendra mengatakan, bagi warga yang melanggar hukum akan dibidikndik pelanggaran Pasal 362 junto 363 KUHP tentang pencurian dan juga ada unsur pelanggaran UU Nomor 12/1951 tentang kepemilikan senjata tajam tanpa izin.
” Untuk warga yang masih dibawah umur, akan kita lakukan pembinaan,” tandas perwira penyandang tiga Melati yang kini telah pindah ke Mabes Polri.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Sepakat Desa Pandran Raya Dirukayan, Senin siang meminta kepada Polres Barito Utara agar bisa melepas warga yang ditahan. “Masalah tersebut sudah lebih dahulu dibicarakan dengan pimpinan tertinggi PT AGU di Jakarta.
“Untuk itu, kita minta kembali ke status quo, lalu semua pihak duduk bersama untuk menyelesaikan masalah di Pandran Raya,karena ada warga dari pekebun jiga turut ditahan,” tegas Dirukayan.
Sementara, Kuasa Hukum Warga Pandran Raya, Jubendri Lusfernando sangat menyayangkan langkah yang ditempuh PT AGU kejalur hukum, karena selama ini pihak warga yang berdomisili diwilayah operasional perusahaan cukup bersabar dalam menyikapi permasalahan tersebut.
“Karena warga dari kelompok tani di luar Pandran Raya yang justru menikmati hasil kemitraan. Mereka meminta perusahaan bersikap adil dan lahan HGU masuk wilayah Desa Pandran Raya,” tukas Juben. (Uzi)