Muara Teweh, (METROKalteng.com) – Bupati Kabupaten Barito Utara (Kab-Barut), H Nadalsyah secara langsung memimpin kegiatan rapat untuk mediasi antara Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (Batamad) Kabupaten Barut dengan PT Multi Persada Gatramegah (MPG) bertempat di aula Rumah Jabatan Bupati, Senin (21/3/2022).
Rangkaian mediasi ini dihadiri oleh Wakil Bupati, Sekda, Kapolres, Dandim 1013/Mtw, Kajari Muara Teweh, Kepala Perangkat Daerah, Camat Lahei Barat, Pimpinan DAD Barut, Komandan Batamad dan jajarannya, Damang Teweh Tengah dan juga pihak manajemen PT MPG.
Dalam upaya mediasi dipandu oleh Sekda Barut, Muhlis, mediasi ini dilakukan dalam rangka menyelesaikan permasalahan lahan dan putusan Peradilan Adat terhadap PT MPG yang diputuskan membayar sanksi adat berupa denda singer sebesar Rp900 juta sesuai dengan putusan sidang adat.
Dengan mendengar pokok permasalahan serta masukan dari semua pihak, Bupati H Nadalsyah menginginkan yang menjadi akar permasalahan mestinya diselesaikan dengan cara win-win solution. Senada dengan Kapolres Barut, karena hal ini agar untuk menjaga nama Barut, agar perusahaan yang berinvestasi, dibumi Iya Mulik Bengkang Turan bisa melaksankan operasional dalam kondisi aman dan kondusif.
Bupati Nadalsyah menyebutkan, bahwa selaku Pemerintah juga merasakan dilematik, karena satu sisi menjaga iklim investasi yang kondusif, karena kehadiran banyak membawa manfaat dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal maupun non lokal.
Keberadaan dan kapasitas Pemerintah daerah menjadi orang penengah dalam mengambil keputusan, harus objektif dalam menilai permasalahan. Untuk permasalahan lahan, sertipikat HGU PT MPG dikeluarkan setelah clear and clean (C&C) dari adanya permasalahan sengketa lahan.
Terkait tuntutan peradilan adat seperti penjelasan Kajari, Bupati mengatakan bahwa itu ada tetapi tidak bertentangan dengan hukum positif. “Sesuai Perda Provinsi Kalteng Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah, pada penjelasan pasal 28 ayat (1) bahwa keputusan adat bersifat final dan mengikat para pihak,” tukasnya.
Lebih lanjut Nadalsyah mengatakan, jika apabila para pihak sepakat untuk mencari keadilan melalui peradilan umum atau hukum nasional, maka itu menjadi hak para pihak, tetapi keputusan Peradilan Adat yang telah diambil dapat menjadi bahan pertimbangan hakim,” jelas H Nadalsyah.
Sementara, Kajari Barut menyebut, bahwa setiap putusan pada peradilan adat punya roh yakni ada kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Sifat putusan hukum adat adalah mutlak tapi relatif, mutlak karena ada putusan dan relatif yang artinya masih menyesuaikan dan mengedepankan aspek saling menghargai dan kekeluargaan dengan mempertimbangkan kearifan lokal yang ada didaerah.
Denda akan dibayarkan dengan pola CSR, sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. “Jangan sampai mengganggu prospek iklim investasi di Barut, kita berharap permasalahan sampai disini. Hukum adat tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan hukum positif di NKRI,” tegas Kajari Barut.
Sementara Kapolres Barito Utara, Gede Pasek sepakat dengan Kajati bahwa eksistensi masyarakat adat harus dihormati. Untuk memujudkan keamanan masyarakat di Barito Utara agar tetap kondusif untuk segala kegiatan masyarakat dan investasi.
“Terlebih Kabupaten Barito Utara merupakan kota terdekat dengan IKN, jadi brand keamanan yang kondusif agar terjaga dengan baik,” turut Kapolres Barut, AKBP Gede Pasek.
Sementara Dandim 1013/Mtw menyebutkan, bahwa kita semua ingin duduk berdampingan menerima investor dan saling berkolaborasi untuk mensejahterakan masyarakat, sekecil dan sebesar apapun masalahnya agar dapat terselesaikan secara baik demi untuk keamanan perusahaan dalam berinvestasi.
Upaya mediasi diputuskan bahwa pihak PT MPG akan melaporkan ke manajemen pusat terkait putusan Peradilan Adat paling lambat 1 pekan kedepan dan dalam waktu tersebut tidak ada aktivitas di lokasi yang disengketakan atau dinyatakan status Qou.(Uzi)