Palangka Raya, (METROKalteng.com) – Kasus mafia tanah di wilayah Kalimantan Tengah terus bergulir dan hingga kini masih belum menemui titik terang.
Ketua Satgas Kalteng Watch Anti Mafia Tanah Kalimantan Tengah Men Gumpul, mengharapkan kepada pihak aparat penegak hukum untuk dapat segera menindak dengan tegas oknum atau kelompok yang mengaku memiliki verklaring yang diduga kuat palsu untuk disalahgunakan, dan membuat resah masyarakat Palangka Raya.
Menurut Men Gumpul, akar persoalan terkait sengketa tanah di wilayah Kota Palangka Raya ini adalah beredarnya 4 lembar surat verklaring diduga palsu di sekitar Jalan Badak, Banteng dan Hiu Putih kota Palangka Raya yang luasnya mencapai ribuan hektar.
“Saya selaku pendamping dari masyarakat yang telah memiliki legalitas lengkap baik itu berupa SKT, SPT dan SP maupun SHM yang berlokasi di Jalan Badak, Banteng dan Jalan Hiu Putih yang dibuat resah dengan adanya keberadaan dari oknum kelompok mafia tanah ini berharap agar aparat dapat menindak dengan tegas pemilik verklaring diduga palsu,” kata Men Gumpul dihadapan awak media, Sabtu (20/03/2021).
Menurut Men Gumpul, berbekal dengan surat verklaring yang di duga palsu tersebut, para oknum kelompok yang diduga mafia tanah tersebut, silih berganti menyerobot tanah masyarakat hingga berbuntut pada permasalahan tumpang tindihnya surat kepemilikan tanah masyarakat, ini merupakan modus oknum dari mafia tanah.
“Saya memiliki surat Verklaring yang asli sebagai alat pembanding, diharapkan dengan adanya surat Verklaring asli ini dapat jelas terlihat perbedaannya mana surat yang asli dan palsu,” tutur Men Gumpul.
“Dalam surat Verklaring yang asli,disitu hanya ada dua orang yang sah dan berwenang dalam membubuhkan tanda tangan, yaitu Wedana dan Asisten Wedana. Verklaring ini merupakan produk pemerintah Belanda yang berlaku sampai tahun 60’an, dan di dalam surat Verklaring sah tertera simbol dua ekor singa yang saling berhadapan,” lanjut Men Gumpul.
Sedangkan surat Verklaring yang diduga palsu yang mereka miliki dengan rinciannya yaitu Verklaring Nomor : 23/1960 Tanggal 30 Juni 1960 , Verklaring (Surat Keterangan Hak Milik Tanah Adat) Nomor :28 /KP – PHDT /AGR /1962 tanggal 12 Februari 1962 serta Verklaring Nomor :18 / 1960 tanggal 7 Mei 1960 ini terlihat tanda tangan dari pihak pemerintah yang memang memiliki kewenangan dan di surat tersebut juga turut tertera tanda tangan Damang, bahkan Mantir yang tidak memiliki kewenangan ikut bertandatangan.
“Informasinya, verklaring yang mereka miliki ada surat pengakuan dari Damang dan Mantir. Itu sudah tidak benar. Verklaring hanya bisa diakui oleh pihak BPN,” jelasnya.
Lebih lanjut Men menjelaskan bahwa sejak berlakunya Undang undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960 yang menyatakan verklaring sebagai alas hak kepemilikan tanah sejak itu pula dinyatakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Maka ada ketentuan berikutnya, bukti dari kepemilikan status tanah harus dikonversi kedalam bentuk surat lain, yakni berupa SKT, SPT, SP dan SHM. Ini yang menjadi pertanyaan kenapa sampai sekarang verklaring yang mereka miliki tidak dikonversikan kedalam surat bentuk lain yang nyata dan jelas sudah diakui oleh pihak pemerintah.
“Oleh karena itu, saya berharap kepada aparat penegak hukum atau kepolisian untuk dapat segera melakukan uji forensik terhadap empat verklaring yang diduga palsu tersebut. Dengan uji forensik lah satu-satunya jalan untuk mengetahui apakah verklaring itu asli atau palsu,sehingga kasus ini dapat segera selesai dan kebenaran yanh sesungguhnya terungkap,” tutupnya. (Margareth)