Palangka Raya, (METROKalteng.com) – Pasca ditetapkannya Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah menggelar Rapat Koordinasi Teknis (RAKORNIS) Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2021 yang diselenggarakan pada tanggal 24 – 25 Mei 2021 di Ballroom Hotel M. Bahalap, jalan RTA Milono Palangka Raya, Senin(24/05/2021).
Kegiatan tersebut dihadiri oleh SOPD Pemerintah Kalimantan Tengah, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan wilayah Kalteng, UPT Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan se-Kalimantan Tengah, pejabat struktural Dinas Kehutanan provinsi Kalteng, serta turut dihadiri oleh Organisasi Kehutanan dan mitra pembangunan GGGI Kalteng.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah Ir. Sri Suwanto, MS dalam sambutannya menyampaikan. “Kegiatan RAKORNIS untuk mensosialisasikan PP 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan PP 24 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan, serta sinkronisasi program kegiatan terutama pengendalian Karhutla, Rehabilitasi Hutan Lahan dan perhutanan sosial,” tuturnya.
Lebih lanjut Suwanto mengatakan, Pasca diberlakukannya UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa Undang-Undang termasuk Undang-undang kehutanan, sehingga dirasakan perlu adanya sinergi dalam pelaksanaannya di daerah, terutama terkait peran dinas kehutanan dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dalam penyelenggaraan kehutanan, juga dalam hal penyelesaian akan adanya kawasan perkebunan yang terlanjur ada di dalam kawasan hutan, kata Suwanto.
Sementara Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan, HM Agustan Saining seusai kegiatan berlangsung kepada awak media mengatakan, ada beberapa kewenangan Kesatuan Pengelolaan Hutan( KPH ) yang di pangkas dan dikurangi yang paling prioritas di KPH adalah kerja sama baik dengan pihak koperasi maupun pihak ketiga yang saat ini telah di cabut oleh Kementerian dan ditiadakan di PP 23 tentang Penyelengaraan Kehutanan.
“Hal ini tentunya menjadi sedikit masalah karena ada beberapa kerja sama yang telah berjalan, akan tetapi ada kebijakan dan arahan dari Pak Sekjen yang mengatakan terkait dengan kerja sama yang telah terjalin tetap dilanjutkan, tetapi untuk kerja sama yang baru tidak diperkenankan lagi,” jelas Agustan.
Terkait dengan adanya kawasan perkebunan yang terlanjur masuk dalam kawasan hutan, menurut Agustan, keterlanjuran tersebut sebenarnya berawal dari ketidaksinkronan antara pusat dan daerah terkait dengan kawasan. “Pemerintah provinsi Kalimantan Tengah sendiri sebenarnya sejak tahun 1993 telah memiliki aturan Tata ruang yang telah dipadu serasikan pada tahun 1999 dengan Tata Guna Hutan Kesepakatan, dan hasil dari padu serasi itu menghasilkan kawasan hutan Kalteng sebesar 67% dan sisanya sebesar 33 % merupakan Non Kawasan Hutan,” ungkap pria yang juga menjabat sebagai Ketua Pengurus provinsi Persatuan Sepak Takraw Indonesia atau PSTI Kalimantan Tengah ini.
Seiring adanya perkembangan aturan dan kebijakan pada tahun 2012 ada dikeluarkan SK Menlhk No 529 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Pertanian Nomor 759/Kpts/UM/10/1982 tentang Penunjukan Areal Hutan Di Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah, yang mengatur kembali bahwa kawasan hutan di Kalteng ditunjuk dengan luasan 82% dan 18% untuk wilayah Non kehutanan.
“Perbedaan selisih wilayah antara 33% dan 18% inilah yang menjadi problem / gap antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, oleh sebab itulah diterbitkan peraturan pemerintah PP nomor 60 tahun 2012 Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010, Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan Jo PP 104 tahun 2015, Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan, yang diharapkan bisa menjembatani dan hal ini sudah dimasukan ke dalam Undang-undang Cipta Kerja ,” pungkasnya mengahiri. (Margareth)