Muara Teweh, (METROKalteng.com) – Maraknya dugaan kasus Illegal logging saat ini tengah terjadi bahkan dari tahun 2020 lalu, hal trsebut diungkapkan Tirman warga Benagin kepada awak media, Kamis (03/8/2923).
Menurunya, sejumlah kayu olahan Balau siap diangkut untuk dijual ke luar daerah yang dikelola oknum pengusaha berinisial D dan dibeli cukong yang berdomisili Muara Teweh, atas inisial V.
Dampak dari kegiatan yang diduga Illegal logging ini sangat merugikan Negara. Hal ini dikerenakan tidak adanya pembayaran Dana Reboisasi dan Provisi Sumber Daya Hutan (DR/PSDH).
“Dengan adanya kegiatan Illegal logging maka berpotensi merugikan devisa negara tidak membayar (DR/PSDH) kepada negara dan juga merusak hutan, selai itu tidak memiliki izin dari pemerintah,” ucapnya.
Menurutnya aparat Penegak Hukum (APH) harus bertindak tegas menegakan konstitusi guna menjerat para pelaku illegal logging ini, semoga saja sejumlah Aparat diberikan kesehatan dalam menjalankan tugas mulia ini.
(2) Pemberantasan perusakan hutan dilakukan dengan cara menindak secara hukum pelaku perusakan hutan, baik langsung, tidak langsung, maupun yang terkait lainnya.
(3) Tindakan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Pasal 9 Penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana perusakan hutan dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Pasal 1Perkara perusakan hutan harus didahulukan dari perkara lain untuk diajukan ke sidang pengadilan guna penyelesaian secepatnya.
Bagian KeduaKetentuan Perbuatan Perusakan Hutan Pasal 1 (1) Perbuatan perusakan hutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang dilakukan secara terorganisasi.
Dikatakannya pula, berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan pasal (2), Perbuatan perusakan hutan secara terorganisasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur, yang terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih, dan yang bertindak secara bersama￾sama pada waktu tertentu dengan tujuan melakukan perusakan hutan.
Pasal (3), Kelompok terstruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan yang melakukan perladangan tradisional dan/atau melakukan penebangan kayu di luar kawasan hutan konservasi dan hutan lindung untuk keperluan sendiri dan tidak untuk tujuan komersial.
Sudah jelas bahwa, Pasal 83 Ayat 1 Huruf b, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara maksimum 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 Miliar. (Uzi)