Tamiang Layang, (METROKalteng.Com) – Bupati Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah diduga langgar aturan perundang-undangan dengan rangkap jabatan sebagai ketua Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI).
Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Bartim, Paulus Kia Botoor, mengatakan kepada awak media bahwa kepala daerah Bartim menabrak aturan Undang – Undang Republik Indonesia nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional pasal 40 dengan menjabat ketua KONI”, ucapnya jum,at malam (19/06/2020).
Lanjut Paulus, pasal 40 sudah jelas berbunyi Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik. Bagaimana Bupati akan memberikan dana hibah kepada KONI, sementara ketua KONI yang nota bene Bupati yang merupakan pemberi hibah.
Disaat pemilihan ketua KONI juga tidak ada demisioner, seharusnya ada untuk proses pemilihin Ketua, selain itu juga tidak disampaikan pertanggungjawaban dari ketua KONI periode sebelumnya yang dijabat oleh Bupati, akhirnya Bupati ditunjuk secara aklamasi menjadi ketua KONI yang baru,” kata Paulus.
Saya sudah ngotot memperingatkan dari awal pada saat pemilihan, Bupati tidak boleh menjabat ketua KONI, harusnya pemilihan ada musyarawarah atau penunjukan, namun pemilihan di Aula kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Bartim, sudah diseting Panahan Moetar yang yang selalu menyebut ini kata Bupati, terang Paulus pelatih yang memegang lisensi AFC tersebut.
Kenapa Bupati mau menjabat Ketua KONI, ada apa ini, saya tidak mengerti tentang ini, memang setiap tahun ada anggaran yang dikucurkan dari KONI pusat untuk KONI daerah
“Dengan adanya aturan yang ditabrak tersebut maka saya tidak mau terlibat dalam kepengurusan KONI, dan hal tersebut berdampak kepada perkembangan PSSI Bartim, hingga saat ini,” paparnya.
Ditempat terpisah Bupati Bartim, Ampera AY Mebas, menerangakan terkait masalah KONI, sebelum Porprov 2018 yang lalu, ada beberapa Cabang Oleh Raga (Cabor) melakukan rapat, lalu diusul dan ditunjuklah saya sebagain ketua KONI”, ,
“Kenapa saya menerima, karena itu merupakan hasil musyawarah mereka, kalau ada yang lain ingin menjadi ketua KONI silahkan,” ucapnya kepada wartawan dirumah jabatan, Selasa (23/06/2020).
Dilanjutkan Bupati, dalam kepengurusan KONI Bartim pun ada ketua harian Arianto S Muler, karena sebagai Bupati saya punya banyak kegiatan. Karena waktunya mendesak waktu itu untuk menghadapi Porprov, makanya waktu itu saya terima usulan mereka yang menunjuk saya sebagai ketua KONI, dengan dibantu ketua harian. Sehingga akhirnya dikeluarkanlah kepada kita SK dari pengurus KONI Provinsi Kalteng.
Kalau memang ada yang menginginkan menjadi ketua KONI Bartim, silahkan ajukan usulan, walaupun masa jabatan saya belum berakhir, tidak apa – apa, namun harus melalui prosedur melaksanakan Musorkablub KONI.
“Saya sebagai Bupati berterima kasih, ada yang peduli tapi perlu diingat sebagai Ketua KONI harus bisa kreatif, bagaimana menggali dana selain dari pemerintah daerah, karena dana dari APBD Bartim sangat terbatas sekali,” tandasnya.
Hendaknya pengurus yang baru mempunyai pengalaman untuk mengurus KONI, tidak ada untuk mencari keuntungan. Dari KONI pusat tidak ada dana bantuan untuk KONI kabupaten, yang ada hanya dari bantuan pemerintah daerah.
“Mereka yang di Cabor harus kreatif selain mendapat dana dari pemerintah daerah seharusnya mereka mencari mitra atau sponsor dari pihak ketiga,” ungkap Bupati mengahiri.
Sementara Pemerhati Kebijakan Publik di Bartim, Yandi, menerangkan berbicara aturan hukum tentang rangkap jabatan pada kepengurusan KONI tentunya merujuk pada Pasal 40 UU nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang melarang adanya rangkap jabatan bagi pejabat publik ataupun pejabat struktural pada kepengurusan KONI.
Apakah ada sanksi yang mengatur jika ada pelanggaran terhadap pasal tersebut. Jawabnya “ada”, sanksi tersebut tertuang dalam pasal – pasal PP No. 16 Tahun 2007, yaitu bisa pembekuan organisasi, tidak ada pengakuan untuk kegiatan – kegiatan KONI setempat dan bahkan sampai penundaan dana anggaran olah raganya itu sendiri. Ini kita bicara sanksi secara kepengurusan.
Menurut Yandi, lebih dari itu jika jabatan pengurus KONI dirangkap oleh Kepala Daerah, apalagi melalui sebuah skenario sebagaimana statement pak Paulus bahwa “yang paling ngotot menjadikan Bupati Bartim Ketua KONI adalah pak Panahan Moetar”.
“Sudah sekuat tenaga pak Paulus memberitahu ini sebuah pelanggaran terhadap Undang-Undang, ternyata protes dari pak Paul tidak digubris,” ujar Yandi.
Menurut saya ini juga masuk pada kategori “Melanggar sumpah jabatan” sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 yang intinya seorang Kepala Daerah harus memenuhi tugasnya menjalankan Undang-Undang dengan selurus-lurusnya, bukan sebaliknya UU malah ditabrak.
Jika salah melangkah, bisa jadi akan berimplikasi pada pemberhentian dirinya sebagai Kepala Daerah, tapi tentu itu semua ada prosedur aturan yang harus dilalui,” terang Yandi (Son/Rmy/Red)