Muara Teweh, ((METROKalteng.com) – Diduga ada aktivitas Illegal loging atau penebangan tebangan liar di Desa Tambaba, Kecatan Gunung Purei, Kabupaten Barito Utara (Barut). Bahkan operasonal sudah berjalan hampir tiga (3) bulan yang dimotori oleh oknum kepala adat setempat dan bahkan menggunakan alat berat bolduser untuk kelancatan operasional.
Sementara Kepala Desa Tambaba, Eti tak mau ikut intervensi urusan ini karena dirinya mengetahui ada konsekuesi serta berbenturan dengan regulasi dan juga hukum.
Hal ini disampaikan oleh warga Lampeong Radiansyah dan Asnayadi kepada awak media melalui sambungan seluler, Minggu (7/1/2024). Disebutkannya pihaknya akan melaporkan hal ini secara resmi kepada polisi karena areal tersebut diklaim adalah milik koperasi untuk mengembangkan tanaman berupa kebun kelapa sawit.
Disebutkannya, kayu log yang ditebang diblok sudah dijadikan kayu olahan (Balok) diangkut ke Kaliman Timur dan saat masih ada sekitar 100 meter3 di areal pekerjaan.
Menurut Radiansyah, guna kelancaran transportasi para pelaku juga mengangkut kayu olahan tersebut menggunakan truck puso sebanyak 5 unit guna mengangkut kayu olahan dengan cara bergantian.
“Alat berat seperti bolduzer saat ini masih ada dilokasi dipergunakan untuk membuat badan jalan dan disinyalir tak mengantongi izin pendaratan alat berat masuk kedalam hutan yang masih dalam kondisi perawan,” Ucapnya.
Sementara salah seorang aktivis lingkungan yang enggan menyebutkan namanya kepada media ini mengatakan, jika benar adanya aktivitas Illegal loging atau penebangan tebangan liar di Desa Tambaba, Kecatan Gunung Purei, Kabupaten Barito Utara (Barut) tentu ini merupakan pelanggaran hukum yang semestinya menjadi perhatian para pihak penegak hukum (APH).
“Kegiatan Illegal loging merupakan pelanggaran yang dapat dijerat dengan Pasal 19 Huruf a dan atau b Jo. Pasal 94 Ayat 1 Huruf a dan atau Pasal 12 Huruf e Jo. Pasal 83 Ayat 1 Huruf b, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara maksimum 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliar,” tandasnya. (Uzi)